Sabtu sore, 24 Mei 2025, menjadi hari yang akan dikenang dengan air mata dan sorak sorai. Di penghujung kompetisi Liga 1 2024-2025, nasib tiga tim menggantung di ujung tanduk. Semua mata tertuju pada laga-laga krusial pukul 16.00 WIB—sebuah drama hidup dan mati di lapangan hijau.
Stadion Kanjuruhan, Malang, menjadi saksi bisu keperkasaan Semen Padang yang tampil tanpa ampun. Dalam duel penuh tensi melawan Arema FC, pasukan Kabau Sirah mencuri kemenangan berharga. Gol indah Filipe Chaby pada menit ke-72 disusul sontekan maut Muhamad Ridwan di menit 90+4 memastikan skor akhir 0-2. Tiga poin emas itu menyelamatkan mereka dari neraka degradasi. Dari zona merah, mereka melesat ke posisi 13—selamat, untuk musim ini.
Namun di tempat lain, PSS Sleman mengerahkan segenap jiwa dan raga di Stadion Gelora Bangkalan. Mereka tahu, harapan tinggal serpihan tipis. Hanya kemenangan besar dan keajaiban dari laga lain yang bisa menyelamatkan mereka. Dan PSS menjawab tantangan itu. Gol bertubi-tubi dari Betinho (34’), Gustavo Tocantins (41’), dan Marcelo Cirino (80’) membawa kemenangan telak 3-0 atas Madura United. Tapi keajaiban tak datang. Semen Padang menang. PSS terbenam di posisi ke-16 dengan 34 poin. Air mata menyambut peluit panjang. Super Elja harus turun kasta.
Di Semarang, harapan Barito Putera juga sempat menyala. Mereka sukses menundukkan PSIS Semarang dengan skor 2-1. Tapi seperti PSS, kemenangan itu tak punya makna ketika kabar datang: Semen Padang menang. Barito finis di bawah garis aman. Harapan pupus, Liga 2 menanti.
Sore itu, tiga stadion, tiga cerita. Semen Padang menari di atas selamatnya nasib, PSS dan Barito mengakhiri musim dengan kepala tertunduk. Tak ada yang lebih kejam dari kenyataan, tak ada yang lebih emosional dari sepak bola.
Liga 1 2024-2025 pun resmi menutup lembarannya, dengan perpisahan yang pahit untuk dua tim besar.